Cerita Tentang Dukacita: Tawar-menawar Dengan Duka

Dalam tulisan kali ini, saya ingin membahas sebuah kisah tentang kehilangan dan cara manusia menghadapinya. Sebuah cerita yang penuh ambiguitas dan terbuka untuk berbagai tafsir.

    Goodbye, Eri adalah manga one-shot hasil karya Tatsuki Fujimoto seorang mangaka dari jepang yang terkenal dengan gaya penulisan dan gaya visualnya yang unik. Sebelum saya bisa memberi pendapat saya terhadap cerita ini saya akan memberitahu alur cerita dari Goodbye, Eri

Yuta Ito mendapatkan hadiah ulang tahun berupa smartphone. Tidak lama setelah membuka kado, ibunya yang sakit parah meminta Yuta untuk merekam dirinya dan membuat semacam film dokumenter tentang dia kalau saja dirinya meninggal nanti. Setelah ibunya meninggal, Yuta memutuskan untuk menayangkan film dokumenter itu di sekolah. Tapi, bukannya dipuji, Yuta malah mendapat ejekan gara-gara akhir filmnya yang menunjukkan ia kabur dari rumah sakit yang meledak. Karena dirundung habis-abisan dan dijauhi, Yuta menjadi depresi dan memutuskan untuk bunuh diri loncat dari atap rumah sakit tempat ibunya dulu dirawat. Tapi ketika ingin meloncat, Yuta dicegah oleh seorang wanita bernama Eri.

Eri ternyata sangat menyukai film dokumenter milik Yuta dan mengajak Yuta untuk membuat film baru. Mereka pun bekerja bersama-sama, mencari inspirasi sambil maraton menonton berbagai film. Mereka akhirnya memutuskan membuat film semi-dokumenter tentang diri mereka, dengan tambahan unsur fiksi, seperti menggambarkan tokoh Eri sebagai vampir.

Lama kelamaan, Yuta dan Eri tumbuh semakin dekat. Tapi suatu hari Eri pingsan ketika mereka sedang bermain di pantai. Ternyata, Eri juga memiliki sakit parah seperti ibunya Yuta. Yuta yang sebelumnya depresi akibat kehilangan semangat untuk melanjutkan proyek film mereka. Tapi, ayahnya Yuta meyakinkan Yuta untuk tetap maju. Ayahnya juga mengungkapkan fakta mengejutkan: ibu Yuta sebenarnya kasar dan tukang pukul, sering menyakiti Yuta dan suaminya. Film yang Yuta rekam untuk ibunya hanyalah usaha untuk menggambarkan bahwa ia baik-baik saja, entah untuk mencari simpati kalau-kalau dia sembuh ataupun hanya dikenang dengan cara positif bahwa ia telah meninggal.

Akhirnya, Yuta dan Eri berhasil menyelesaikan film mereka, tidak lama sebelum Eri meninggal. Filmnya kali ini mendapat banyak pujian ketika ditayangkan. Setelah itu, salah satu temen Eri berkata ke Yuta kalau Eri yang di film itu bukanlh gambaran aslinya. Tapi, mereka setuju kalau mereka lebih suka mengenang Eri dengan cara itu.

Setelah kejadian itu, Yuta sibuk menjalani kehidupannya sambil terus menyunting ulang film tentang Eri. Tahun-tahun berlalu, dan ketika Yuta telah dewasa, Yuta mengalami tragedi besar: istri, anak, dan ayahnya meninggal dalam kecelakaan mobil. Kehilangan semangat hidup, ia memutuskan untuk kembali bunuh diri di tempat ia dulu sering menonton film bersama Eri. Tapi ketika Yuta sampai di sana, ia bertemu dengan Eri yang masih muda dan hidup.

Eri menjelaskan kalau ia memang vampir yang mengalami siklus "otak mati" yang membuat ia sering kehilangan ingatan. Eri versi sebelumnya ternyata meninggalkan instruksi dan film mereka untuk membantu Eri mengingat Yuta dan menjadi orang yang lebih baik di kehidupan selanjutnya. Yuta yang telah mendapatkan semangat baru pamit ke Eri dan pergi. Ketika Yuta meninggalkan gedung itu, tiba-tiba gedungnya meledak, mirip seperti ending film tentang ibunya. Hal ini membuat semua adegan sebelumnya menjadi ambigu apakah semua yang dialami Yuta itu kenyataan atau hanyalah fiksi semata.

 sumber:Goodbye, Eri

Cerita ini telah sukses memberi kesan menakjubkan bagi saya, mulai dari kaburnya batas antara fiksi dan nonfiksi yang menghilang, hingga konsep coping mechanism yang digambarkan melalui karakter Yuta Ito. Cerita ini merupakan gambaran dari karya eksperimental yang ambigu namun tetap puitis.

Dari cerita ini, kita dapat menafsirkan cara seseorang dalam menanggapi suatu keadaan duka. Dalam kasus ini, kita dapat melihat Yuta yang menampilkan adegan ledakan dalam filmnya. Hal ini memberi pesan reflektif: apakah cara kita mengingat seseorang itu paralel dengan realitas, ataukah ingatan itu hanyalah cara kita menanggapi rasa sedih tersebut?

Sisi ambigu dari cerita ini dapat kita lihat pada bagian akhir, di mana cerita diakhiri dengan panel bangunan yang meledak. Kita dapat menafsirkan bagian ini dari berbagai sisi, namun saya memiliki pendapat pribadi mengenai akhir cerita ini. Menurut saya, bagian akhir tersebut menampilkan cara Yuta menanggapi rasa sedih akibat kehilangan keluarganya.

Berdasarkan tafsir saya, sebenarnya Eri hanyalah manusia biasa yang sudah meninggal di masa remaja mereka. Saat Yuta kembali ke bangunan lama itu, sebenarnya ia hanya berhalusinasi dengan pikirannya sendiri untuk menemukan dirinya. Cerita ini memberi ruang bagi banyak tafsiran, dan itulah yang paling saya sukai darinya. Sifat fleksibel dari karya ini merupakan kelebihan dalam gaya penulisan Tatsuki Fujimoto. Saya akan selalu mengenang cerita ini sebagai kisah yang menggambarkan cara manusia mengatasi kesedihan.

Kadang bila saya melihat kembali karya ini, saya merasa Goodbye, Eri bukan hanya tentang seorang yang tenggelam karna duka, tapi juga tentang cara seseorang menulis ulang kenangan agar tetap bisa hidup berdampingan dengan rasa sakit itu. Melalui kamera dan film, Yuta seperti berusaha menciptakan ulang kenyataan yang lebih mudah ia terima. Ia tidak menolak kenyataan bahwa orang-orang yang ia sayangi telah pergi, tapi ia mencoba mengubah cara ia mengingat mereka. Fujimoto seolah ingin berkata bahwa kenangan tidak harus selalu benar, yang penting adalah bagaimana kenangan itu membantu kita bertahan.

Dari cerita ini saya menyimpulkan bahwa setiap individu adalah sutradara bagi filmnya sendiri. Kita memilih bagian mana yang ingin kita kenang, dan bagian mana yang ingin kita potong. Dengan begitu, saya memberi penilaian 90/100 untuk manga ini karena pesannya yang dalam, meskipun terasa sedikit tergesa-gesa akibat kurangnya build-up dalam ceritanya. Mungkin hal ini disebabkan oleh format one-shot (buku dengan edisi tunggal) yang membatasi ruang pengembangan cerita. Walau begitu, manga ini tetap meninggalkan kesan yang berat bagi saya.

Sekian ulasan terhadap manga ini, semoga para pembaca blog ini bisa mendapat kesan yang baik terhadap cerita ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Chapter 1: perkenalan diri

Penjelasan Fenomena Sosial: Karbit

Perundungan Intelektual: Ketika Otak Mengalahkan Hati